Jumat, 15 Januari 2016

NYERI


“NYERI AKUT”

A.   Defenisi
            Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau di gambarkan dengan istilah seperti ( International association For Study of Pain ) ; awitan yang tiba – tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.

B.   Penyebab
Agens – agens penyebab cedera ( misalnya; biologis, kimia, fisik dan psikologis).

C.   Batasan Karateristik
1. Subyektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan ( nyeri ) dengan isyarat .
2. Objektif
Ø  Posisi untuk menghindari nyeri
Ø  Perubahan tonus otot ( dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku).
Ø  Respons autonomic ( misalnya ; diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernapasan atau nadi ; dilatasi pupil).
Ø  Perubahan selera makan
Ø  Perilaku distraksi ( misalnya ; mondar – mandir, mencari orang dan/atau aktifitas lain, aktifitas berulang).
Ø  Perilaku ekspresif ( misalnya ; gelisah merintih menangis, kewaspadaaberlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang).
Ø  Wajah topeng ( nyeri )
Ø  Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Ø  Focus menyempit ( misalnya ; gangguan persepsi waktu, gangguan proses piker, interaksidengan orang lain atau lingkungan menurun).
Ø  Bukti nyeri yang dapat diamati.
Ø  Berfokus pada diri sendiri
Ø  Gangguan tidur ( mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan menyeringai.

D.   Batasan Karakteristik Lain ( non – NANDA  Internasional )

Mengkomunikasikan descriptor nyeri ( misalnya ; rasa tidak nyaman, mual, berkeringat malam hari, kram otot, gatal kulit, mati rasa, dan kesemutan pada ekstremitas)
Ø  Menyeringai
Ø  Rentang perhatian terbatas
Ø  Pucat
Ø  Menarik diri

E.    Hasil NOC

Ø  Tingkat kenyamanan : tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan psikologis.
Ø  Pengendalian nyeri    : tindakan individu untuk mengendalikan nyeri.
Ø  Tingkat nyeri              : keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan.


F.    Tujuan Atau Kriteria Hasil
Contoh menggunakan bahasa NOC :
Ø  Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibutuhkan oleh indicator sebagai berikut  ( sebutkan 1 – 5  : tidak pernah atau, jarang kadang – kadang, sering atau selalu) :
·         Mengenali awitan nyeri
·         Menggunakan tindakan pencegahan.
·         Melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
Ø  Menunjukan tingkat nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut : ( sebutkan 1 – 5 : sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada) :
·         Ekspresi nyeri pada wajah
·         Gelisah atau ketegangan otot.
·         Durasi episode nyeri
·         Merintih dan menangis
·         Gelisah

G.   Intervensi NIC

Ø  Pemberian analgetik  : menggunakan agens – agens farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Ø  Manajemen indikasi   : memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif.
Ø  Manajemen nyeri       : meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
Ø  Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien ( patient – controlled analgesia (PCA)    : memudahkan pengendalian pemberian dan pengaturan analgesic oleh pasien.
Ø  Manajemen sedasi     : memberikan sedative, memantau respon pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur diagnostic atau terapeutik.

NYERI


“NYERI AKUT”

A.   Defenisi
            Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau di gambarkan dengan istilah seperti ( International association For Study of Pain ) ; awitan yang tiba – tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.

B.   Penyebab
Agens – agens penyebab cedera ( misalnya; biologis, kimia, fisik dan psikologis).

C.   Batasan Karateristik
1. Subyektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan ( nyeri ) dengan isyarat .
2. Objektif
Ø  Posisi untuk menghindari nyeri
Ø  Perubahan tonus otot ( dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku).
Ø  Respons autonomic ( misalnya ; diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernapasan atau nadi ; dilatasi pupil).
Ø  Perubahan selera makan
Ø  Perilaku distraksi ( misalnya ; mondar – mandir, mencari orang dan/atau aktifitas lain, aktifitas berulang).
Ø  Perilaku ekspresif ( misalnya ; gelisah merintih menangis, kewaspadaaberlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang).
Ø  Wajah topeng ( nyeri )
Ø  Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Ø  Focus menyempit ( misalnya ; gangguan persepsi waktu, gangguan proses piker, interaksidengan orang lain atau lingkungan menurun).
Ø  Bukti nyeri yang dapat diamati.
Ø  Berfokus pada diri sendiri
Ø  Gangguan tidur ( mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan menyeringai.

D.   Batasan Karakteristik Lain ( non – NANDA  Internasional )

Mengkomunikasikan descriptor nyeri ( misalnya ; rasa tidak nyaman, mual, berkeringat malam hari, kram otot, gatal kulit, mati rasa, dan kesemutan pada ekstremitas)
Ø  Menyeringai
Ø  Rentang perhatian terbatas
Ø  Pucat
Ø  Menarik diri

E.    Hasil NOC

Ø  Tingkat kenyamanan : tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan psikologis.
Ø  Pengendalian nyeri    : tindakan individu untuk mengendalikan nyeri.
Ø  Tingkat nyeri              : keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan.


F.    Tujuan Atau Kriteria Hasil
Contoh menggunakan bahasa NOC :
Ø  Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibutuhkan oleh indicator sebagai berikut  ( sebutkan 1 – 5  : tidak pernah atau, jarang kadang – kadang, sering atau selalu) :
·         Mengenali awitan nyeri
·         Menggunakan tindakan pencegahan.
·         Melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
Ø  Menunjukan tingkat nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut : ( sebutkan 1 – 5 : sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada) :
·         Ekspresi nyeri pada wajah
·         Gelisah atau ketegangan otot.
·         Durasi episode nyeri
·         Merintih dan menangis
·         Gelisah

G.   Intervensi NIC

Ø  Pemberian analgetik  : menggunakan agens – agens farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Ø  Manajemen indikasi   : memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif.
Ø  Manajemen nyeri       : meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
Ø  Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien ( patient – controlled analgesia (PCA)    : memudahkan pengendalian pemberian dan pengaturan analgesic oleh pasien.
Ø  Manajemen sedasi     : memberikan sedative, memantau respon pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur diagnostic atau terapeutik.

HUBUNGAN KEPERCAYAAN AGAMA DAN BUDAYA DALAM KESEHATAN


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Peran agama dalam keperawatan adalah topik yang jarang untuk dibahas, padahal kita tahu hal ini sangat berpengaruh di dalam pelayanan, hal ini terbukti dengan di dalam keperawatan kita juga mengenal tentang kebutuhan spiritual (walaupun tidak benar-benar dapat disamakan dengan agama). Tapi kali ini dari kelompok kami  hanya ingin membagi ide atau pemikiran kami, bukan tentang pemenuhan kebutuhan spiritual, tetapi yang berhubungan dengan pendidikan agama bagi keperawatan. Agama tetap penting untuk diajarkan, karena untuk menekankan aspek tertentu bagi masyarakat kita. Peran a gama sangat besar, tinggal bagaimana pemanfaatannya yang perlu dibenahi. Bila mata kuliah agama hanya mengajarkan agama secara umum saja yang tidak mengena dengan kehidupan profesional, maka menurut kami dari kelompok sembilan tidak ada gunanya dan jadinya hanya formalitas mengajarkan,agama karena tidak mau disebut sebagai institusi yang tidak mengajarkan akhlak pada mahasiswa. Dalam kehidupan profesional tiap cabang ilmu keperawatan sudah mempunyai patokan tentang apa yang harus dilakukan ataupun tidak ,tentang hal yang baik dan  buruk. Selain itu juga ada mata etika kuliah keperawatan yang akan membuat seorang perawat mempunyai akhlak yang baik dan terampil menjadi perawat profesional. 

B. Rumusan Masalah

1.    Apa pengertian agama?
2.    Bagaiman peran keperawatan dalam masing-masing agama?
3.    Apa kaidah dan etika agama dindonesia yang berhubungan dengan kesehatan?
4.    Apa pelayanan dan aplikasi agama dalam keperawatan?

C.  Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini agar mahasiswa keperawatan dapat mengerti definisi agama dalam keperawatan . bagaimana menerapkan ilmu keperawatan pada masing-masing agama yang berbeda dan mendapat perlakuan yang tidak sama.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Agama
       Agama adalah keyakinan yang dianut oleh individu dalam pedoman hidup mereka yang dianggap benar. Agama sangat menghargai seorang petugas kesehatan karena petugas ini adalah petugas Kemanusiaan yang sangat mulia. Dalam Ensiklopedi Indonesia dijelaskan pula tentang agama sebagai berikut. Agama (umum), manusia mengakui dalam agama adanya Yang Suci; Manusia itu insyaf bahwa ada suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai asal atau Khalik segala yang ada. Maka Tuhan dianggap oleh manusia sebagai tenaga gaib di seluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya atau sebagai khalik rohani. Pengertian agama dalam konsep Sosiologi adalah: kepercayaan terhadap hal-hal yang spiritual; perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural. Dalam konsepsi ini, agama memiliki peranan yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sosial, keberadaan lembaga agamasangat mempengaruhi perilaku manusia. Dengan agama manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
            Demikian pula definisi tentang religion, berkaitan dengan kepercayaan dan aktivitas manusia yang biasanya dikenal seperti: kebaktian, pemisahan antara yang sakral dengan yang profan, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan terhadap dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan atas wahyu yang supranatural dan pencarian keselamatan. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa agama, religion (religi) din, maupun agama masing-masing mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri. Namun dalam arti terminologis dan teknis, ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, religion (bahasa Inggris), religie (bahasa Belanda), din (bahasa Arab), dan agama (bahasa Indonesia).Mengenai arti kepercayaan , disamping berdimensi berpikir, maka manusia berdimensi percaya. Percaya adalah sifat dan sikap membenarkan sesuatu, atau menganggap sesuatu sebagai kebenaran. Menurut Prof. Pudjawijatna ada kemungkinan seseorang mempunyai keyakinan akan kebenaran bukan karena penyelidikan sendiri, melainkan atas pemberitahuan pihak lain. Bila seorang ahli astronomi mengatakan bahwa pada tanggal tertentu akan terjadi gempa bumi, kita yakin bahwa pemberitahuan itu benar, dan setelah diberitahu tentang hal itu, maka kita tahu akan adanya kebenaran. Pengetahuan yang demikian disebut kebenaran.
Pengertian agama atau definisi agama dalam jagad pemikiran Barat, telah mengundang perdebatan dan polemik tak berkesudahan. Baik dibidang filsafat agama, teologi, sosiologi, antropologi, maupun ilmu perbandingan agama. Sehinggga sangat sulit bahkan nyaris mustahil untuk mendapatkan definisi agama yang bisa disepakati dan diterima semua pihak. Wilfred Cantwell Smith misalnya menyatakan: terminologi (agama) luarbiasa sulitnya didefinisikan. paling tidak dalam beberapa dasawarsa terakhir ini terdapat beragam definisi yang membingungkan dan tak dapat diterima secara luas.....Oleh karenanya, istilah ini harus dibuang dan ditinggalkan untuk selamanya." (Wilfred cantwell smith: The meaning and end of Religion (London, spk[1962] 1978) Pandangan Smith, jelas berlebihan, karena istilah ini masih terus digunakan sampai hari ini. Lalu bagaimanakah pengertian agama yang sebenarnya? Menurut Dr. Anis malik Thoha, untuk mendefinisikan agama, para ahli menggunakan setidaknya tiga pendekatan. yakni pendekatan fungsi, institusi dan substansi. Para pakar sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan agama dari sudut fungsi sosialnya. Sebagaimana yang dilakukan Durkheim, Robert N. Bellah, Thomas Luckemann, dan Clifortz Geertz. Para ahli sejarah sosial (social history) cenderung mendefinisikan agama sebagai sebuah institusi historis. Yakni suatu pandangan hidup yang institutionalized, dengan melihat latar belakang kelahiran agama yang kemudian semakin karakteristik mengikuti alur kesejarahan. Sedang kebanyakan pakar teologi, fenomenologi dan sejarah agama cenderung melihat dari aspek substansinya yang sangat asasi, yakni sesuatu yang sakral, mengenai hubungan Tuhan dengan makhluknya.Bila dikaji lebih dalam, tiga pendekatan di atas adalah saling melengkapi untuk mendapatkan definisi atau pengertian agama yang utuh sebagaimana definisi agama menurut Islam yang diambil dari Hadist "Jibril".
Dimana Jibril As. mendatangi Muhammad saw yang sedang bersama para sahabatnya. Jibril bertanya tentang iman, Islam dan ihsan. Dan Muhammad Saw. menjawab semua pertanyaan itu dengan benar berupa apa yang dikenal sebagai rukun iman, rukun islam, dan ihsan. Setelah Jibril berlalu, Muhammad Saw berkata
”Itu adalah Jibril yang mengajarkan manusia tentang din (agama) mereka.”. ( HR Bukhari dan Muslim )
Dari hadis itu, dapat diambil kesimpulan bahwa agama (din) adalah sistem pengabdian pada Tuhan yang meliputi iman (substansi), seperangkat hukum Tuhan/syariat (institusi) dan ihsan/akhlak (fungsi). Sebuah pengertian agama yang solid dan komprehensif.

B.    Peran Keperawatan

1. Peran Keperawatan dalam Islam
Islam adalah salah satu agama yang diakui keberadaaannya di Indonesia. Jumlah penganut agama Islam di Indonesia sangat banyak dibandingan penganut agama non Islam. Islam adalah agama yang benar disisi Allah dan hamba-hambanya, sehingga Allah menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia(muslim) khusus untuk umat Nabi Muhammad Saw. Didalam Al-Qur’an ada ayat yang menerangkan bahwa salah satu tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah sebagai obat dan rohmat bagi orang – orang mukmin. Misalnya dengan ilmu8 kesehatan, ilmu ini zaman nabi pun ada tapi belum semaju sekarang karena adanya pengaruh globalisasi. Tokoh Islam yang terkenal di dunia kesehatan salah satunya yaitu Ibnu Sina.Islam sangat menyarankan untuk selalu menjaga kesehatan karena dengan jiwa yang sehat akan mempermudah sekali kita untuk beribadah kepada Allah karena tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kapada-Nya.Islam menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan keperawatan guna menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan merupakan modal utama untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya seseorang.
"Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-baik yang Kami rezekikan kepadamu" (QS al-Baqarah: l68, l72).
                        Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal, tetapi juga makanan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya, kualitasnya maupun ukuran atau takarannya. Makanan yang halal bahkan sangat enak sekalipun belum tentu baik bagi kesehatan.Sebagian besar penyakit berasal dari isi lambung, yaitu perut, sehingga apa saja isi perut kita sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Karena itu salah satu resep sehat Nabi Muhammad SAW adalah memelihara makanan dan ketika makan, porsinya harus proporsional, yakni masing-masing sepertiga untuk makanan, air dan udara (HR. Turmudzi dan al-Hakim)..Anjuran Islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan kesehatan masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan, seperti buang kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di sungai/sumur yang airnya tidak mengalir dan sejenisnya. Islam sangat menekankan kesucian (al-thaharah), yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan batin. Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan semakin terjaga, sebab selain bersumber dari perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari lingkungan yang kotor.
Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan menjalankan pekerjaan, dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa. Agama sangat melarang perilaku nekad dan ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa alat pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (al-Baqarah:: l95).
Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan, tidak jarang juga berasal dari pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini kecelakaan kerja masih besar disebabkan kurangnya pengamanan dan perlindungan kerja. Lalu lintas jalan raya; darat, laut dan udara juga seringkali diwarnai kecelakaan, sehingga kesakitan dan kematian karena kecelakaan lalu lintas ini tergolong besar setelah wabah penyakit dan peperangan.Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar kemampuannya menghindari. Termasuk di sini karena faktor alam berupa rusaknya ekosistem, polusi di darat, laut dan udara dan pengaruh global yang semakin menurunkan derajat kesehatan penduduk dunia. Karena itu Islam memberi peringatan antisipatif: jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan jangan abaikan kesehatan, karena kesehatan itu tergolong paling banyak diabaikan orang. Orang baru sadar arti sehat setelah ia merasakan sakit.

2. Perkembangan Keperawatan Masa Penyebaran Kristen
            Agama Kristen juga memiliki peranan yang sangat penting dalam keperawatan dimana agama merupakan bagian utama yang tidak bias dipisahkan dari kehidupan seseorang. Dalam hal ini baik yang merawat maupun yang dirawat. Agama Kristen memandang bahwa seseorang yang sakit itu sebagai bentuk dari pertobatan. Maka dari itu dalam merawat seseorang harus memiliki iman yang kuat dalam niatnya.Tindakan medis dalam dunia keperawatan tidak menyertakan tuhan maka tindakan-tindakan yang dilakukan menjadi tidak terarah dan tidak akan tercapai sesuai dengan harapan yang kita inginkan.

3. Perkembangan keperawatan dalam Agama Budha
            Agama budha mengajarkan kepada semua umatnya untuk menghargai makhluk hidup tanpa terkecuali dari sudut pandang itulah pemberian askep harus sesuai ajaran agama budha. Karena apabila tidak terpenuhi maka klien merasa tidak puas atas pelayanan perawat.

4. Perkembangan Keperawatan dalam Agama hindu
                        Dalam ajaran agama hindhu terdapat upacara manusia yajna. Upacara tersebut untuk membersihkn diri lahir batin serta memelihara secara rohaniah hidup manusia. Jika umat hindhu ada yang sakit dilakukan tradisi melukat sebagai sarana pembersihan diri dan pikiran untuk membuang sial biasanya juga diikuti mandi kelaut.

      C.  Kaidah dan Etika Agama yang Berhubungan dengan Kesehatan

a.    Islam
Keinginan tersebut semakin menguat setelah penulis membaca buah pikir seorang intelektual terkemuka dan kontroversial asal Mesir, Hassan Hanafi yang menjelaskan, bahwa peradaban Barat yang kini berdiri kokoh memiliki dua sumber kesadaran yang disembunyikannya dan tak terekspos. Salah satu penyebab disembunyikannya sumber-sumber tak terekspos adalah rasialisme yang terpendam dalam kesadaran Barat. Rasialisme inilah yang menjadikan Barat enggan mengakui eksistensi orang lain. Barat diklaim sebagai pusat dan menempati puncak kekuatan serta menjadi pioner di dunia. Sikap rasial ini terlihat jelas dalam ideologi yang diusung oleh Barat beberapa dasawarsa yang lalu seperti nasionalisme, nazisme, fasisme, dan zionisme. Namun demikian, terungkaplah bahwa sumber-sumber kesadaran Barat berasal dari Cina (Nedham), India (Nakamura), Islam (Garaudy), dan Timur Lama (Toynbee) (Hassan Hanafi, 2000).Selama seribu tahun, peradaban Islam telah membentang dari Andalusia, Spanyol hingga ke Selatan Cina. Dari abad ke-7 dan seterusnya, para sarjana telah membangun ilmu pengetahuan dari tradisi-tradisi umat manusia sebelumnya. Pergulatan mereka dengan pengetahuan kuno orang Mesir, Yunani dan Roma, pada gilirannya membuat terobosan besar yang membuka jalan bagi gerakan Renaissance di Barat pada abad selanjutnyaSelain pasien mendapatkan obat-obatan secara gratis dan diperlakukan dengan baik. Di rumah sakit Ahmad ibn Thulun ini didirikan pula sebuah perpustakaan medis besar yang lengkap, sarana kebersihan seperti kamar mandi dibuat secara terpisah antara laki-laki dan wanita. Begitu pula dengan pasien yang mengalami gangguan mental (gila) ditempatkan dalam ruang yang terpisah dari pasien lainnya, dimana hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu para sarjana muslim telah menaruh perhatian yang cukup besar pada perkembangan ilmu jiwa.Selama ini pula perawat Indonesia khususnya lebih mengenal Florence Nightingale sebagai tokoh keperawatan, yang mungkin saja lebih dikarenakan konsep keperawatan modern yang mengadopsi litelature barat.Sejarah islam juga mencatat beberapa nama yang bekerja bersama Rufaidah seperti : Ummu Ammara, Aminah, Ummu Ayman, Safiyat, Ummu Sulaiman, dan Hindun. Beberapa wanita muslim yang terkenal sebagai perawat adalah : Ku'ayibat, Aminah binti Abi Qays Al Ghifari, Ummu Atiyah Al Ansariyat dan Nusaibat binti Ka'ab Al Maziniyat 6). Litelatur lain menyebutkan beberapa nama yang terkenal menjadi perawat saat masa Nabi Muhammad SAW saat perang dan damai adalah : Rufaidah binti Sa'ad Al Aslamiyyat, Aminah binti Qays al Ghifariyat, Ummu Atiyah Al Anasaiyat, Nusaibat binti Ka'ab Al Amziniyat, Zainab dari kaum Bani Awad yang ahli dalam penyakit dan bedah mata.Tugas seorang perawat, menurut H. Afif, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. "Pernyataan tidak memiliki harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat," katanya. Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan "manjurnya" doa.Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama. Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah.Di negara-negara timur tengah, konteks keperawatan sendiri banyak dipengaruhi oleh sejarah keperawatan dalam Islam, budaya dan kepercayaan di Arab, keyakinan akan kesehatan dari sudut pandang islam (Islamic health belief), dan nilai-nilai profesional yang diperoleh dari pendidikan keperawatan. Tidak seperti pandangan keperawatan di negara barat, keyakinan akan spiritual islam tercermin dalam budaya mereka.Di Indonesia mungkin hal serupa juga terjadi, tinggal bagaimana keperawatan dan islam dapat berkembang sejalan dalam harmoni percepatan tuntutan asuhan keperawatan, kompleksitas penyakit, perkembangan tehnologi kesehatan dan informatika kesehatan. Agar tetap mengenang dan menteladani sejarah perkembangan keperawatan yang di mulai oleh Rufaida binti Sa'ad.

b. Kristen Protestan dan Katolik
            Kaidah dan etika agama yang berhubungan dengan kesehatan pada prinsipnya memiliki persamaan walaupun agama yang dijadikan kepercayaan tersebut memiliki perbedaan.Pada hakikatnya setiap agama akan mendapatkan asuhan keperawatan dan pelayanan yang sama.Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam hidup manusia. Tanpa kesehatan, manusia tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan optimal. Karena menyadari akan pentingnya kesehatan, sejak dulu gereja telah secara aktif mengambil bagian dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat.Dari situ kemudian muncullah keinginan untuk membentuk suatu forum yang dapat menyatukan langkah bersama. Setelah melalui tiga pertemuan pimpinan lembaga pelayanan kesehatan Kristen, pada tahun 1983, terbentuklah Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI) di Balige, Sumatera Utara. Untuk saat ini, Sekretariat PELKESI berada di RS PGI Cikini, Jakarta.PELKESI memiliki visi mewujudkan pelayanan kesehatan di Indonesia yang mendatangkan damai sejahtera Allah bagi semua orang. Sedangkan misinya, melaksanakan pelayanan kesehatan yang utuh dan menyeluruh (holistik). Pelayananan secara holistik meliputi fisik, sosial, ekonomi dan spiritual.

c. Hindu
Menurut Prof. Dr. IGN Nala, pakar pengobatan tradisional, dalam tulisannya pernah menyampaikan bahwa kitab-kitab umat Hindu memuat berbagai macam jenis penyakit dan teknik pengobatan. Dicontohkan penyakit kencing Manis (diabetes mellitius). Penyakit ini, menurut Nala, sudah ditemukan sekitar 3.000 tahun yang lalu. Ini dibuktikan dengan disebutkannya penyakit ini dalam kitab Ayur Veda. Kitab Ini merupakan bagian dari kelompok kitab Upa Veda.Sementara kitab Upa Veda ini sendiri termasuk dalam kitab suci umat Hindu, yakni kitab Veda Smerti. Kitab Ayur Veda, kata Nala, sering dikelirukan dengan kitab suci Yajur Veda, salah satu dari kitab suci Catur Veda Sruti. Padahal, lanjut Nala, isi dari kitab Ayur Veda hampir tidak ada hubungannya dengan kitab Yajur Veda yang mengupas masalah yadnya atau upacara serta upakara keagamaan.Sementara itu, menurut Gede Suwindia, dosen STAHN Denpasar, dalam agama Hindu dikenal adanya konsep keseimbangan. Karena itulah, dalam Upanisad disebutkan bahwa keberadaan berbagai tanaman yang ada di dunia ini memiliki guna dan fungsi yang sangat vital bagi manusia. Ada banyak tanaman di muka bumi ini yang memiliki kegunaan bagi manusia, terutama dalam penyembuhan penyakit. ''Di sini diwajibkan bagi manusia untuk menghargai alam terutama tumbuh-tumbuhan,'' kata Suwindia.

d. Budha
            Buddha Dhamma berperan besar dalam memecahkan kesulitan para ahli tentang kesehatan mental, Buddha menunjukkan bahwa setiap orang secara terus-menerus mendengarkan suatu suara dalam dirinya dan menafsirkan apa yang sedang dirasakannya. Keseluruhan terapi Buddhis menjadi suatu pedoman yang disebut dengan jalan utama beruas delapan, yang merupakan terapi penolong dan terapi yang sebenarnya, terapi ini mencakup prilaku setiap hari dari disiplin mental serta pengenalan terhadap teori filsafat Buddha Dharma, terapi yang sebenarnya adalah adalah Meditasi (Dhyana) dalam terapi Buddhis dalam melenyapkan kekacuaan mental memiliki beberapa kesamaan seperti test wawancara dan diskusi, meditasi mirip dengan teknik terapi perilaku karena bagaimanapun terdapat beberapa aspek meditasi yang merupakan keunggulan dalam terapi Buddhis, hal yang penting dalam meditasi adalah perhatian, sempurna dalam perilaku, suci dalam cara hidup, sempurna dalam sila, terjaga pintu indriya, memiliki perhatian murni dan pengertian yang jelas. Terapi Buddhis mengatakan bahwa penyebab tubuh ini menjadi sakit dan sehat adalah karena adanya  melalui perasaan jasmani (rasa sakit) dan keadaan pikiran (emosi-emosi) yang mempengaruhinya. Dengan begitu apabila tubuh ini ingin tetap sehat hendaknya menyadari segala bentuk-bentuk pikiran emosi-emosi yang timbul dalam diri. Yang dimaksud dengan bentuk pikiran yang menyebabkan penderitaan karena mempunyai beberapa hal yaitu : (1). Keserakahan, (2). Harga diri yang terluka, (3). Iri hati, (4).  Kebencian, (5). Kekuatiran (Ruth Walshe, alih bahasa Upi. Ksantidewi).Tri Ratna adalah obyek penghormatan tertinggi dalam agama Buddha yang merujuk pada Buddha (sebagai pendiri agama Buddha), Dhamma (ajaran-ajaran Buddha), dan Sangha (siswa Buddha yang telah memahami dan mendapatkan manfaat dari ajaran Buddha).

e. Kong Hu Cu
            Secara teori ajaran agama untuk kesehatan bersumber pada : Inti Taoisme “pencapaian hidup abadi/bersatu dengan alam semesta”. Inti Konfusianisme/Konghucu : moralisme, menjaga hubungan antar manusia serta manusia dengan langit.Kalau ditanya mengapa ada patung Buddha di sana selain yang disebutkan oleh saudara Jingkhe mungkin disebabkan karena inti dari konfusianisme itu sendiri yaitu menjaga hubungan antar sesama (dengan agama lain) dan dengan langit (Buddha).Pada abad ke-10 sampai ke-12 masayarakat China sendiri berpendapat 3 ajaran adalah satu adanya maka sering terdapat Buddha, Lao zi, dan Konghucu dalam 1 gambar. Dan klenteng dianggap sebagai tempat ibadah umat Tridharma tersebut. Agama Khonghucu di Indonesia: Mengangkat Konfusius sebagai salah satu nabi .





D.  Pelayanan Dan Aplikasi Keperawatan Dalam Agama

1. Definisi Pelayanan Keperawatan                                                  
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Melalui sistem ini tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai dengan efektif, efisien dan tepat sasaran. 
2. Sistem Pelayanan Kesehatan 
Keberhasilan sistem pelayanan keehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan kesehatan. Sistem terbentuk dari subsistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sistem terdiri dari: input, proses, output, dampak, umpan balik dan lingkungan. 
a. Input
Merupakan sistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem. Input pelayanan kesehatan meliputi: potensi masyarakat, tenaga dan sarana kesehatan, dan sebagainya. 
b. Proses
Merupakan kegiatan merubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yang diharapkan dari sistem tersebut. Proses dalam pelayanan kesehatan meliputi berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.
c. Output
Merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan kesehatan dapat berupa pelayanan yang berkualitas dan terjangkau sehingga masyarakat sembuh dan sehat.
d. Dampak
Merupakan akibat dari output atau hasil suatu sistem, terjadi dalam waktu yang relatif lama. Dampak sistem pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka kesakitan dan kematian menurun. 
e.  Umpan balik 
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan. Terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Umpan balik dalam pelayanan kesehatan dapat berupa kualitas tenaga kesehatan. 
f.   Lingkungan
Adalah semua keadaan diluar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan. 
E. Aplikasi Agama dalam Pelayanan Keperawatan.

Keperawatan saat ini tengah mengalami masa transisi panjang yang tampaknya belum akan segera berakhir. Keperawatan yang awalnya merupakan vokasi dan sangat didasari oleh mother instinct – naluri keibuan, mengalami perubahan atau pergeseran yang sangat mendasar atas konsep dan proses, menuju keperawatan sebagai profesi. Perubahan ini terjadi karena tuntutan dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan secara umum, perkembangan IPTEK dan perkembangan profesi keperawatan sendiri.Keperawatan sebagai profesi harus didasari konsep keilmuan yang jelas, yang menuntun untuk berpikir kritis-logis-analitis, bertindak secara rasional–etis, serta kematangan untuk bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan. Keperawatan sebagai direct human care harus dapat menjawab mengapa seseorang membutuhkan keperawatan, domain keperawatan dan keterbatasan lingkup pengetahuan serta lingkup garapan praktek keperawatan, basis konsep dari teori dan struktur substantif setiap konsep menyiapkan substansi dari ilmu keperawatan sehingga dapat menjadi acuan untuk melihat wujud konkrit permasalahan pada situasi kehidupan manusia dimana perawat atau keperawatan diperlukan keberadaannya. Secara mendasar, keperawatan sebagai profesi dapat terwujud bila para profesionalnya dalam lingkup karyanya senantiasa berpikir analitis, kritis dan logis terhadap fenomena yang dihadapinya, bertindak secara rasional-etis, serta bersikap tanggap atau peka terhadap kebutuhan klien sebagai pengguna jasanya. Sehingga perlu dikaitkan atau dipahami dengan filsafat untuk mencari kebenaran tentang ilmu keperawatan guna memajukan ilmu keperawatan.Pengaplikasian Agama dalam pelayanan keperawatan sangatlah penting dimana dalam memberiakan pelayanan keperawatan yang dapat memberikan hasil yang maksimal.

F.Aspek Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Perilaku Proses Kesehatan
Prospek pengembangan pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada perkembangan social budaya  khusunya keperawat sangat cerah pada masa mendatang ditinjau dari kekayaan budaya di indonesia. Namun dapat menimbulkan masalah dalam penerapan pelayanan kesehatan ketika budaya tidak sesuai dengan penerapan asuahan keperawatn. Antara faktor penyokongnya tersedianya sumber kekayaan alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara turun temurun sehingga menjadi warisan budaya bangsa, isu global “back to nature” sehingga meningkatkan pasar produk herbal termasuk Indonesia, krisis moneter menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Social budaya  erat kaitannya dengan pendekatan ilmu antropoligi yaitu Kata Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara sederhana, Antropologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita akan semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang mempelajari manusia.
Menurut William A. Haviland, seorang antropologi Amerika, Antropologi adalah ilrnu pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman manusia dan kebudayaannya. Dengan mempelajari kedua hal tersebut, Antropologi adalah studi yang berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.
 Berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia dalam masyarakatnya, dan manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi berusaha membangun suatu pandangan bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal yang harus dapat diterima, bukan sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber pemahaman baru, agar secara terus-menerus manusia dapat merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan untuk membangun masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan kebudayaan itu, kehilangan identitas atau tersingkir dari peradaban.
Dengan demikian jelas bahwa prospek social budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan adalah untuk menerapkan pendekatan antropologi yang berorintasi pada keaneka ragaman budaya baik antar budaya maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak membedakan perbedaan budaya dan melaksanakan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan standar penerapan tanpa membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lian
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep. keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan danbeberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.


1. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang  budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan / mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah / mengganti budaya klien (Leininger, 1991).yang prospeknya terdiri dari :
  Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi

  Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
   Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut
2. Proses keperawatan
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991). menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
  Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
1. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
3.  Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4.              Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5.  Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga
7. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan.
(Giger and Davidhizar, 1995) Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
 Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a.          Cultural care preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat 
2)
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat


b.         Cultural care accomodation/negotiation

1)   Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2)   Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3)   Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.

c.          Cultual care repartening/reconstruction

1)            Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya
2)            Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3)            Gunakan pihak ketiga bila perlu
4)            Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5)            Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-     masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
  Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankn budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

G. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat
      
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1.    Environment atau lingkungan.
2.    Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3.    Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4.    Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
           
Peran agama di dunia keperawatan itu sangat penting, untuk menjadikan seorang perawat profesional  akhlak yang baik dan terampil menangani pasien. Dengan memiliki etika dan khlak yang baik perawat profesional dapat membedakan antara yang baik dan buruk. Peran keperawatan dalam setiap agama berbeda , jadi sebagai seseorang perawat profesional kita harus memahami agama masing-masing, bagaimana kebiasaan mereka. Agar kita dapat menerapkan keahlian dengan posisi yang benar tanpa membedakan agama. Kaidah dan etika agama dalam kesehatan berbeda-berbeda tergantung kepercayaaan dari agama masing-masing.

B. Saran

       Kami para penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikanya nanti. dapat mengetahui bagaimana system medis menurut kepercayaan atau agama dan system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan negatif dari pengobatan system medis menurut kepercayaan dan system medis tradisional.